Bermimpilah setinggi langit. Mumpung mimpi itu gratis. (kutipan)
Sejak mengenal pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Pertama (SMP), banyak tempat-tempat indah dan bersejarah yang ingin saya kunjungi. Salah satu keinginan itu adalah bisa melihat matahari terbit di pelataran Jam Gadang. Tapi ya hanya sebatas keinginan dan mimpi saja. Mimpi kanak-kanak.
Pelataran jam gadang pagi hari (dokpri)
Saat itu rasanya tidak mungkin bisa ke sana. Ke daerah Bukittinggi, Sumatera Barat. Tidak terjangkau oleh semua. Ya soal ijin dan soal dana. Jadi ya sudah, bermimpi saja yang tidak memerlukan dana. Tetapi benarlah yang dikatakan pepatah. Jangan takut bermimpi, sebab boleh jadi mimpi tersebut diamiiinkan oleh malaikat.
Hal itu yang saya alami beberapa tahun kemudian. Mimpi kanak-kanak itu pun terwujud di tahun 2015. Semua mengalir begitu saja. Ya rezeki dan juga waktunya. Saya sampai tidak percaya begitu tiba di bandara Minangkabau. Apalagi saat berada di pelataran Jam Gadang. Itu bukan mimpi. Namun kenyataan. Saya berada di pelataran jam gadang, Bukittinggi.
Dokumen pribadi
Memandangi Jam Gadang yang menjadi ikon kota Bukittinggi, tak putus-putus menyebut asma Allah. Saya berada di bawahnya kini. Di bawah Jam Gadang yang tingginya 26 meter. Dengan diameter 80 cm pada bulatan jamnya. Hadiah dari ratu Belanda kepada sekretaris kota Bukittinggi saat itu, Rook Maker, pada tahun 1826.
Arsitek Jam Gadang adalah Yazin Rajo Mang Kuto dan Sutan Gigi Ameh. Dalam perjalanannya bentuk atap Jam Gadang mengalami tiga kali penyesuaian. Pada jaman Belanda atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan di atasnya. Pada jaman Jepang bentuknya seperti pagoda. Pada jaman kemerdekaan di ganti seperti atap rumah adat Minangkabau.
Jam Gadang berdiri kokoh di kawasan Taman Sabai Nan Aluih. Dengan denah dasar Jam Gadang berukuran 13x4 meter. Dengan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra Rook Maker yang saat itu berusia 6 tahun. Keunikan Jam Gadang salah satunya terdapat pada tulisan angka Romawi di bulatan Jam Gadang tersebut. Angka empat yang harusnya ditulis IV, di sana ditulis dengan angka IIII.
Keunikan lainnya terdapat pada mesin Jam Gadang. Di dunia hanya ada dua mesin sejenis yang digunakan. Satu mesin lagi terpasang di Big Ben, Inggris. Jam besar yang menjadi ikon kota London. Sebuah sejarah yang patut dijaga kelestariannya. Dan saya merasa bangga bisa melihat langsung kemegahan Jam Gadang. Melihat matahari terbit dari pelataran Jam Gadang.
Memori Agustus 2015
Komentar
Posting Komentar