Langsung ke konten utama

Banyak Jalan Menuju Braga

Sebuah ungkapan menyebutkan bahwa Banyak Jalan Menuju Roma. Kali ini saya menyebutnya Banyak Jalan Menuju Braga. Ya, Braga. Nama seruas jalan di daerah Bandung.


Sejak dulu Jalan Braga sudah terkenal akan seninya. Saya pun sejak lama ingin sekali menikmati geliat di sepanjang jalan Braga ini. Tetapi setiap kali berkunjung ke Bandung ada saja halangan yang membuat saya urung merasakan geliatnya.

Namun saya selalu yakin suatu hari pasti bisa ke sana. Entah bagaimana caranya biarkan Tuhan yang atur. Karena Dia si empunya cerita kehidupan kita. Dan itu benar adanya. Karena kini saya berada di sini. Di Jalan Brga.

Berawal dari undangan yang saya terima untuk menghadiri acara ulang tahun Komunitas Perempuan Berkebaya. Acaranya diadakan di salah satu kafe sekitar Jalan Braga. Weh, pas sekali. Niatnya memang ingin ke sana eh, ada undangan acara di sana. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Tuhan memang maha baik kok. Selalu mendengarkan doa hamba-nya.

Mulailah saya memikirkan jalan menuju ke sana. Cek tiket jauh-jauh hari. Tapi kok gak ada yang sesuai dengan jadwal saya. Acara hari Sabtu pagi. Aktivitas saya hari Jumat malam baru selesai. Kalau ingin dapat tiket hari Jumat maka saya harus bolos. Dan saya enggak mau seperti itu. Karena acaranya kan santai belaka. Saya ingin lancar semuanya. Ya kerjaan ya jalan-jalannya.

Akhirnya tercetus ide untuk motoran saja ke sana. Ke Jalan Braga, Bandung. Iya, Bandung. Gila! Lagi-lagi ucapan itu yang terlontar dari kawan-kawan yang mengetahui hal ini. Saya tersenyum. Enggaklah. Kan niat saya menghadiri undangan acara. Bukan gaya-gayaan. Jadi ya sudah, biasa saja kok.

Setelah diputuskan untuk naik motor saja ke Bandung, beberapa hari sebelumnya saya mulai cek kondisi motor. Servis dulu, ganti ban dan lain-lain. Intinya mengupayakan se-fit mungkin kondisikendaraan dan juga penunggang nya. Seandainya ada apa-apa dijalan (semoga tidak). Itu diluar kuasa saya.

Dan hari itu pun tiba. Jumat malam sekitar pukul 10.00 malam setelah kelar urusan saya, ya pekerjaan dan pengajian. Berangkatlah saya menuju Bandung dengan mengambil jalur Parung-Bogor-Puncak-Cianjur-Padalarang-Cimahi dan Bandung.

Berhubung hari ini bertepatan dengan long weekend. Karena hari Senin tanggal merah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, jalanan pun terlihat ramai cenderung padat. Sepertinya sebagian orang merencanakan liburan ke puncak atau Bandung. Jadilah saya merasa tidak sendiri.

Kendaraan bermotor mendominasi jalur ini. Tetapi kebanyakan rombongan. Touring orang menyebutnya. Seru melihatnya dan tak merasakan suasana malam. Yang terasa seperti sore hari saja. Padahal masuk kota Bogor sudah tengah malam. Awalnya ingin istirahat di Bogor. Berhubung sepi maka saya lanjutkan menuju puncak. Masjid At-Tawun tujuan saya.

Masjid besar yang berada di puncak. Ini bukan kali pertama singgah di sini. Tetapi kali ini ingin merasakan suasana sholat malam di masjid ini. Dingin. Itu pertama-tama yang saya rasakan begitu turun dari motor. Tentu saja, di puncak dini hari pula. Airnya saja seperti es terasa di kulit.

Banyak pengunjung yang niatnya sama dengan saya. Merasakan suasana sholat di sana. Meskipun banyak juga yang mengambil posisi untuk rebahan. Mengistirahatkan tubuh. Saya pun ingin seperti itu juga sebenarnya. Ingin menggelar sleeping bag dan bergelung didalamnya. Lumayan untuk meluruskan punggung.

Tetapi tidak saya lakukan. Saya segera naik ke lantai atas dan berkomunikasi dengan Tuhan saya. Itu cara yang saya lakukan. Karena hanya Dia tempat saya bersandar. Apalagi dalam kondisi seperti ini.

Alhamdulillah perjalanan berjalan lancar. Meski sempat beberapa kali berhenti untuk istirahat dan memejamkan mata. Ngantuk juga seharian tak ada istirahat. Untuk mencegah kantuk saya membeli cemilan-cemilan seru. Juga berhenti ditempat yang pemandangannya bagus. Selain cuci mata juga untuk mensyukuri segala karunia-Nya.


Alhamdulillah masih diberikan kesempatan menghirup napas di kampung orang. Dan Alhamdulillah lagi bisa sampai tujuan tanpa halangan bagi berarti. Yeaah... saya tiba di Bandung. Setelah mencari penginapan terdekat dengan lokasi, saya pun bersiap-siap menuju ke sana.

Sepanjang jalan saya melihat jalanan sekitar dengan perasaan tak percaya. Hey, akhirnya saya bisa menyusuri jalanan sekitar Braga kata saya dalam hati. Norak! Biar saja. Habis selama ini  hanya melihat dan melintasi saja. Tapi kini, saya bisa meliuk-liuk berjalan menyusuri jalan Braga. Dan tiba di lokasi acara dengan penuh suka cita. Yeaaahh...I am here now.

#onedayonepost
#desember2016
#harikesepuluh
#atbraga
#jalanjalan

















Komentar

  1. Selalu keren setiap menyimak cerita perjalanan mbak denik.. Ditunggu cerita lainnya mbak.. Dan semoga aku bisa ke sana juga.. Hehehe

    BalasHapus
  2. Aku ingin kesini suatu hari nanti mbak. Cerita Braga pertama yang Kubaca adalah cerpen nya mas keff

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ujung Aspal Pondok Gede

Di rumah ini aku dibesarkan Dibelai mesra lentik jari ibu Nama dusunku Ujung Aspal Pondok Gede Rimbun dan anggun ramah senyum penghuni dusun Kambing sembilan motor tiga bapak punya Ladang yang luas habis sudah sebagai gantinya Sampai saat tanah moyangku Tersentuh sebuah rencana dari serakahnya kota Terlihat murung wajah pribumi Terdengar langkah hewan bernyanyi  (Ujung Aspal Pondok Gede, Iwan Fals) Siapa yang tak mengenal lirik lagu tersebut? Lagu milik Iwan Fals itu begitu familiar ditelinga masyarakat. Saya salah satu penikmat lagu-lagu iwan Fals. Khusus lagu yang berjudul Ujung Aspal Pondok Gede, jiwa petualang saya bergolak saat mendengar lagu ini. Ada rasa ingin tahu dalam benak saya kala mencermati lirik demi lirik lagi itu. Maka tercetus niat di hati untuk suatu hari melongok daerah bernama Ujung Aspal Pondok Gede. Kesempatan itu pun tiba juga akhirnya. Suatu hari dengan ditemani seorang kawan saya bisa menjejakkan kaki di daerah  sana. Dengan mengendarai sepeda mo

Jam Gede Jasa Icon Baru Kota Tangerang

Kota Tangerang adalah salah satu wilayah kota di provinsi Banten. Merupakan kota terbesar di provinsi ini dan menjadi penyanggah Ibu kota Jakarta. Karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Jakarta. Dan saya adalah salah satu warga Kota Tangerang yang kebetulan tinggalnya dekat perbatasan. Bisa disebut orang pinggiran. Pingirannya Jakarta dan pinggirannya Kota Tangerang.  Dokumen pribadi Bagaimana tidak disebut orang pinggiran. Lha wong untuk masuk wilayah Jakarta loh saya bisa dengan berjalan kaki. Sementara untuk pergi ke pusat Kota Tangerang butuh waktu sekitarnya 1-2 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan. Jauh bukan dari Kota Tangerang? Karenanya aktivitas saya lebih banyak ke kota Jakarta. Sejak dari jaman sekolah sampai bekerja. Hanya KTP saja yang statusnya sebagai warga Kota Tangerang.  Dan status seperti itu ternyata mengusik hati nurani saya secara perlahan. Apalagi ketika pada suatu hari dalam sebuah perjalanan backpackeran ke luar kota, di dalam kereta yang

Taman Kota 1 vs Taman Kota 2

Bagi saya taman itu sebuah tempat yang memiliki pesona tersendiri. Di dalam taman banyak hal yang bisa saya lakukan. Antara lain olahraga dan mengkhayal. Dan satu hal lagi, mengajak siapa pun ke taman pantas saja.  Ingin membawa anak kecil sampai lansia pantas saja. Mau sendiri atau rombongan juga pantas saja. Mau pagi-pagi, siang-siang atau sore-sorean pergi ke tamannya ya pantas saja. Itulah istimewanya taman menurut saya. Maka ketika pada suatu siang saya diajak jalan-jalan ke taman, ya senang-senang saja. Taman Kota 1 dan Taman Kota 2 di Bumi Serpong Damai (BSD). Kebetulan saya belum pernah main ke sana. Tentu penasaran dan antusias ingin tahu. Tempat pertama yang kami datangi adalah Taman Kota 1. Lokasinya tidak jauh dari ITC BSD. Bentuk tamannya memanjang. Dari pintu gerbang sudah terlihat kios-kios makanan. Jadi tak perlu kuatir bingung mencari tempat makan. Taman Kota 1 memang menyediakan tempat khusus bagi para pedagang. Lingkungan seputar Taman Kota 1 rasanya kurang da