Langsung ke konten utama

Belitung I am in Love

Mulanya biasa saja
Akhirnya suka juga
                (Parodi)

Ketika film Laskar Pelangi menjadi buah bibir di mana-mana, aku menanggapi semua dengan biasa saja. Tidak latah dan lantas berbondong-bondong ikut nge-trip ke bumi Laskar Pelangi, Belitung.

Aku menyukai buku karya Andrea Hirata tersebut. Begitu juga dengan film layar lebarnya. Aku juga kagum dengan akting para pemainnya dan terharu atas perjuangan Bu Muslimah yang diperankan dengan apik oleh Cut Mini.

Keindahan pantai dan nuansa kampung di Belitung yang menjadi latar film Laskar Pelangi. Bagiku cukup menarik dan menganggapnya wajar saja. Karena sebuah film yang ditonjolkan memang sisi visualnya. Jadi sudah seharusnya menampilkan latar dengan pemandangan yang bagus dan menarik.

Namun ketika beberapa waktu yang lalu aku mendapat kesempatan mengunjungi bumi Laskar Pelangi, kemudian melihat langsung lokasi yang menjadi latar film Laskar pelangi. Pekik kekaguman atas ciptaan-Nya tak kuasa kutahan. 

"Masya Allah! Cantik dan indah nian pantainya . Ini baru secuil karya lukis-Mu di Pulau Belitung. Bagaimana dengan lukisan-Mu dibelahan bumi yang lain?"

Decak Kagum Pada Karya Sang Pencipta di Hari Ketiga

Pada hari ketiga perjalananku dan rombongan ASM di Belitung, kami diajak untuk mengunjungi beberapa pantai dan pulau di sini.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Pantai Tanjung Tinggi. Di sinilah lokasi syuting film Laskar Pelangi.

Pantainya yang bersih, biru dan airnya yang jernih sungguh menyejukkan pandangan mata. Hamparan bebatuan granit yang tersebar di atas pasir putih dan bibir pantai melafazkan kekaguman atas kuasa Ilahi. Karena membentuk sudut-sudut indah di tiap jengkal batu yang terhampar.


Indahnya negeriku (dokpri)



Bebatuan granit di Tanjung Tinggi (dokpri)


Usai menikmati keindahan pantai Tanjung Tinggi, perjalanan dilanjutkan untuk menuju pantai Tanjung Kelayang. Dari sini kami segera menaiki kapal yang sudah disediakan, untuk berlayar menuju Pulau Lengkuas.



Dalam perjalanan menuju Pulau Lengkuas, kami diajak untuk menyinggahi beberapa pulau cantik lain yang tersebar di Pulau Belitung. Salah satunya Pulau Garuda. Di sini kami hanya singgah sejenak untuk mengambil gambar saja. Karena keindahan pulau ini sangat jelas jika dilihat dari kejauhan. Disebut pulau Garuda, sebab batuan yang terbentuk jika dilihat dari kejauhan menyerupai kepala burung Garuda. Begitu penjelasan dari tour guide kami.


Pulau Garuda (dokpri)


Dari Pulau Garuda, selanjutnya kami singgah di Pulau Batu Berlayar. Pulau yang gambar-gambarnya sangat viral di media sosial. Sejujurnya aku tidak mudah mengagumi hasil foto yang beredar di media sosial. Karena tidak semua murni. Ada campur tangan manusia yang disebut editan. Tapi begitu tiba di pulau ini dan melihat serta merasakan keindahannya secara langsung, barulah aku percaya dan yakin. Masya Allah, indahnya.




Batu Ratapan (dokpri)


Bebatuan yang berdiri dengan kokoh dan gagah, serta airnya yang sangat jernih membuat aku berdecak kagum. Masya Allah. Subhanallah. Tentu tak kulewatkan untuk mengabadikan moment di sini.

Selain itu di pulau ini aku bisa bermain-main langsung dengan bintang laut. Binatang yang selama hanya bisa ku lihat melalui gambar, kini bisa  ku lihat langsung di habitatnya. Ini pengalaman yang langka loh!.

Bermain-main dengan bintang laut (dokpri)


Belum puas rasanya menikmati keindahan Pulau Batu Berlayar. Tapi kami harus segera naik ke perahu. Masih ada dua tempat lagi yang akan kami kunjungi. Selain itu kami juga mengejar waktu salat Jumat. Karena kebetulan hari itu adalah hari Jumat.

Tujuan kami selanjutnya adalah Pulau Kepayang. Di pulau ini peserta laki-laki muslim akan menunaikan salar Jumat. Apakah di pulau itu ada masjid? Oh, tidak ada. Hanya ada tempat salat yang ukurannya cukup besar. Panitia telah menyiapkan imam salat. Jadi memang sudah diperhitungkan segala sesuatunya. Dalam hal ini aku salut dengan kinerja panitia ASM.


Pulau Pegaduran (dokpri)


Dalam perjalanan menuju Pulau Kelayang, tour guide kami menjelaskan tentang sebuah pulau yang disebut juga pulau larangan. Namanya Pulau Pegaduran. Para nelayan tidak ada yang berani mendekati pulau tersebut. Karena itu mereka juga melarang para tamu untuk menyinggahi pulau tersebut. Alasan pastinya tidak dijelaskan. Berdasarkan pengalaman yang sudah ada, setiap nelayan yang ke sana tidak pernah kembali. Itu saja. Boleh percaya atau tidak, tapi itulah kenyataannya.



Tiba di Pulau Kelayang, para peserta perempuan dan laki-laki yang tidak salat Jumat alias non muslim, dipersilakan menyantap sajian makan siang yang sudah disiapkan. Tentu saja olahan sea food.


Suasana makan siang di Pulau Kepayang

Salah satu menu yang disajikan adalah siput gonggong saus Padang. Menu satu ini baru kami jumpai setelah tiga hari berada di Pulau Belitung. Tentu sebagian peserta penasaran. Seperti apa rasanya. Dan juga cara memakannya. Karena harus mencungkil si siput dengan tusukan yang telah disediakan untuk bisa menikmati isinya, sebagian peserta menyerah. Sebab tak mudah juga mencungkil isi siput tersebut. Tapi bagiku  ini pengalaman yang seru. Jadilah aku salah satu peserta yang sangat menikmati menu siput gonggong saus Padang.

Siput gonggong saus tiram (dokpri)


Setelah seluruh peserta usai menikmati santap makan siang di pulau Kelayang. Kami segera melanjutkan perjalanan lagi. Tujuannya adalah Pulau Lengkuas. Pulau terluar di kepulauan Belitung. Setelahnya tak ada pulau lagi. Melainkan Selat Gaspar yang menghubungkan dengan Pulau Bangka.

Di pulau ini terdapat mercusuar yang usianya sudah sangat tua. Dibangun pada abad ke-17 atau sekitar tahun 1817. Mercusuar ini dibangun oleh L.I Enthoven. Orang Belanda yang saat itu masih menguasai wilayah Nusantara.


Pulau Lengkuas (dokpri)


Di Pulau Lengkuas kami beristirahat sambil menikmati es doger yang telah disediakan oleh panitia. Sebagian menikmati keindahan pulau ini dengan berjalan-jalan di sekitar mercusuar. Ada lagi yang mengabadikan moment di sini dengan berfoto-foto. Sedangkan aku menikmati keindahan pulau ini dengan melihat-lihat sekitar mercusuar. Sambil menunggu pengarahan tentang tata cara snockling.

Yah, tak jauh dari pulau ini ada tempat yang indah untuk kita snockling. Melihat kehidupan ikan-ikan laut dari jarak dekat. Tidak semua peserta ikut serta kegiatan ini. Dengan alasan takut. Aku menjadi peserta yang sangat antusias menunggu saat snockling tiba. Ini pengalaman pertamaku untuk snockling di laut lepas dengan kedalaman di atas 4 meter. Sebelumnya hanya di area yang dangkal saja di sekitar pantai Anyer.


Menikmati keindahan dalam laut

Keindahan bawah laut

Apakah aku jago berenang sehingga berani sekali ikut snockling di laut dalam? Oh, tidak. Aku suka berenang tapi belum pernah di laut bebas. Makanya aku penasaran. Awalnya aku menggunakan pelampung. Tapi kok pergerakan tubuh menjadi sulit ketika ingin menyelam. Ingin melihat ikan-ikan yang ada di sekitar. Tour guide menyarankan agar melepas saja pelampungnya kalau aku bisa berenang. Begitu  kulepas, memang lebih ringan.

Wah, ternyata menyenangkan ya berenang di laut lepas. Meski aku belum mahir sekali snockling. Sayang langit di atas kami terlihat gelap tanda akan turun hujan. Petugas patroli laut mengingatkan kami untuk segera naik dan kembali ke darat. Karena gelombang laut mulai meninggi. Aku yang sempat beberapa saat tak beranjak karena masih belum puas menikmati acara snockling ini, akhirnya harus menyerah dan segera naik. Gelombang laut sudah sempat menyapu wajahku. Terasa pedih di mata dan membuat aku gelagapan karena meminum air laut. Wow.... pengalaman yang seru dan ingin diulang lagi.

Bukannya seharusnya aku kapok dengan kejadian itu? Oh, tidak. Justru batinku  terlecut agar lebih mahir lagi berenang terutama di laut lepas seperti ini. Aku rasa ini harus dilakukan oleh semua anak negeri. Negeri Indonesia tercinta. Kenapa? Agar kita bisa menikmati keindahan dan kekayaan laut yang ada di negeri kita. Dengan begitu kita akan semakin menyadari dan mencintai negeri ini dengan sepenuh jiwa.

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan. Jika anak negerinya tidak bisa berenang bahkan takut untuk berenang di laut. Bagaimana mereka bisa tahu betapa indah dan kayanya laut kita. Sayang jika yang menikmati semua itu justru orang-orang dari luar negeri. Mereka saja rela menyisihkan waktu, tenaga dan materinya untuk bisa menikmati kekayaan laut negeri kita. Masa kita justru tak peduli bahkan lepas tangan. Sayangkan?

Mendung bergulung di langit


Laut dan langit yang membiru


Memang ada banyak orang-orang yang pandai berenang dan mencintai laut. Tapi jika generasi muda dan penerusnya tidak diberi kesadaran serta bekal yang sama. Tentu pada saat mereka tiada, tak ada penerus yang mewarisi keahlian mereka. Lagi-lagi sangat disayangkan jika kita hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Hal inilah yang menjadi renunganku. Semoga menjadi pemikiran yang lain juga.


Merasa Sepi di dalam Keramaian

Setelah kembali ke darat dari pelayaran singkat mengunjungi beberapa pulau. Kami kembali ke hotel untuk beristirahat sejenak dan membersihkan tubuh. Untuk selanjutnya bersiap menuju Restoran Lemadang mengikuti rangkaian acara berikutnya. Makan malam, pengumuman pemenang amazing race, melepas lampion ke tengah laut dan tentu saja happy-happy dengan sajian musik dan DJ yang telah disiapkan.

Untuk menu di sini tak jauh beda. Olahan sea food ditambah gado-gado dan ikan bakar serta sate udang bakar. Nah, sate udang ini yang jadi favoritku. Karena disajikan dalam bentuk yang berbeda. Sementara area belakang restoran yang tembus kelautan sudah disetting sedemikian rupa seperti tempat pesta pantai. Ditambah kehadiran DJ kondang dari Jakarta. Hip hop musik yang menghentak dan celotehan DJ yang menghibur, begitu menghangatkan suasana. Para peserta hanyut dan larut dalam pesta malam itu sambil menari serta berjoget penuh kegembiraan.


Tapi dalam kemeriahan itu, entah kenapa aku merasa sepi. Aku tak menyukai suasana seperti itu. Hingar bingar musik yang menghentak bukan suatu hal yang  kusukai. Tapi karena termasuk rangkaian acara hari itu, tentu aku mesti mengikuti acara tersebut. Aku duduk manis menyaksikan acara demi acara. Berusaha menikmati suasana meski tak terlibat. Tapi  hanya beberapa saat saja. Selebihnya aku sungguh-sungguh tak nyaman. Akhirnya aku menepi mencari tempat duduk yang tersendiri. Mengeluarkan handphone lalu membuka word serta menulis dengan tenang tugas-tugas yang belum terselesaikan. Ini lebih menenangkan jiwa ku dibandingkan duduk-duduk di acara pesta malam itu.

Syukurnya ada kebijakan dari panitia bagi peserta yang sudah mengantuk bisa kembali ke hotel terlebih dulu. Tanpa harus menunggu acara usai. Tentu saja aku gunakan kesempatan itu untuk segera melesat ke dalam bus yang sudah siap kembali ke hotel. Ah, ternyata seperti ini rasanya sepi dalam keramaian. Benar-benar tak nyaman.




Hari Terakhir Bertabur Haru

Tak terasa keberadaan aku dan rombongan di Belitung sudah memasuki hari keempat atau hari terakhir. Jadwal hari ini tidak terlalu padat karena harus mengejar waktu ke bandara. Berhubung dalam waktu tiga hari kemarin tidak sempat menikmati suasana hotel dan sekitarnya, maka hari terakhir ini aku pergunakan untuk melihat hotel dan sekitarnya.

Pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Lalu berolahraga jalan kaki di sepanjang jalan di depan hotel. Menikmati pagi di kota Tanjung Pandan. Melihat geliat pedagang bubur ayam dan makanan lain. Saat olahraga pagi itu aku berkenalan dengan sesama pejalan kaki yang sedang olahraga pagi juga. Dari ngobrol-ngobrol rupanya mereka berasal dari Jakarta juga. Akhirnya kami berkenalan dan saling bertukar nomor handphone. Senang rasanya tambah teman di tempat yang baru.


Hotel tempat kami menginap


Kawan baru yang ternyata asal Jakarta juga

Usai berolahraga pagi aku segera kembali ke hotel untuk sarapan. Setelah itu bersama kawan satu kamar yang ternyata instruktur gym, aku menuju ruang gym untuk mencoba alat-alat di sana. Sayang waktu kami tak lama sehingga hanya sebentar menikmati fasilitas gym di hotel tersebut. Selanjutnya bergegas masuk ke dalam bus untuk mengikuti rangkaian acara di hari terakhir.


Nge-gym di hotel


Menikmati fasilitas hotel

Pertama-tama kami diajak ke toko kelapa. Pusat oleh-oleh terbesar dan termurah di kota Tanjung Pandan. Tentu saja semua peserta langsung kalap berbelanja oleh-oleh. Mengingat ini hari terakhir di Belitung. Begitu pula dengan aku. Membeli beberapa makanan untuk oleh-oleh. Tapi tak banyak apalagi sampai berdus-dus. Karena pada dasarnya aku orang yang malas beribet-ribet membawa tentengan. Pokoknya ada yang dibawa dari sini sudah cukup.

Aku lebih suka mengeksplor tempat-tempat di sekitar sini. Mulai dari suasana toko hingga sudut-sudut kedai kopi Kong Djie yang ada di samping toko. Kedai kopi yang sudah ada sejak tahun 1943.


Toko oleh-oleh Kelapa

Sudut kafe Kong Djie (dokpri)


Setelah semua peserta selesai berbelanja oleh-oleh, aku dan beberapa yang tidak satu bus saling mengucapkan maaf. Berharap pertemuan ini bukan yang terakhir. Pertemanan ini tak berakhir begitu saja. Ada perasaan haru saat saling mengucapkan kata perpisahan.

Tapi perpisahan ini memang tak bisa dihindari. Kami segera masuk ke bus masing-masing dengan pikiran menerawang. Waktu masih menunjukkan pukul 10.00 pagi ketika bus mengarah ke restoran Dynasti. Karena jadwal penerbangan ke Jakarta pukul 13.00 WIB tentu tidak ada kesempatan untuk makan siang. Sebagai gantinya pagi itu kami diajak singgah ke restoran terlebih dulu.

Menu yang disajikan lengkap seperti halnya makan siang. Tapi karena perut ini belum lapar maka aku hanya mencicipi sayur dan buah saja. Pikiranku  menerawang kemana-mana. Antara senang akan kembali ke Jakarta tapi juga sedih karena akan meninggalkan Belitung yang pantainya sudah membuatku jatuh hati. Terbayang sudah betapa tenang dan damainya hati ini duduk di pantai sambil menulis puisi atau menuntaskan cerita-cerita yang belum selesai kutulis. Ditemani semilir angin dan hamparan pasir putih yang berkilau.


Danau kaoline

Tak lama usai menuntaskan makan siang yang kepagian, aku dan rombongan kembali naik ke bus masing-masing. Tujuan utama bandara H.A.S Hannandjoedin. Tapi sebelum tiba di bandara kami diajak melongok sebentar danau kaoline. Danau yang terbentuk akibat galian hasil tambang yang membentuk cekungan kemudian terisi air. Efek media sosial akhirnya tempat ini menjadi terkenal.

Kondisi di sini sangat panas dan tidak ada tempat berteduh kecuali satu pos penjagaan yang kosong. Secara keseluruhan tak ada yang menarik untuk dilihat di sini. Tapi karena danau ini cukup terkenal dan kami sudah berada di sini tentu saja berfoto menjadi satu hal yang wajib dilakukan.



 
Segenggam kaoline dan pasir kuarsa


Profesionalisme seorang tour guide

Awalnya para peserta tidak terlalu antusias untuk foto bersama karena cuaca yang sangat panas. Tapi karena tour guide kami sudah rela berpanas-panasan hingga naik-naik ke tas bus guna mendapatkan view yang bagus. Maka kami pun segera pasang aksi dan mengikuti aba-aba sang tour guide.

Ini satu hal lagi yang membuat aku salut dan acung jempol terhadap panitia serta pihak-pihak yang terkait dalam acara ini. Extravaganza Ordinary Event Organizer dari Jakarta dan BelitungTour.net yang bertempat di Belitung.


Rela menempuh bahaya demi hasil foto yang cetar


Sang fotografer

Selesai menyinggahi danau kaoline, kami segera melanjutkan perjalanan ke bandara. Dan dalam waktu tidak lama kami sudah tiba di bandara. Rupanya jarak bandara dengan lokasi danau kaoline memang tidak terlalu jauh. "Hanya sekitar 15 menitan," ujar tour guide kami. Sebelum bus berhenti, lagi-lagi aku harus mendengar kata-kata perpisahan dan maaf. Kali ini dari tour guide bus kami, Pak Syarif. Yang sejak kedatangan kami hingga kepulangan ini dengan sabar menemani kami dengan cerita-cerita menarik seputar Pulau Belitung.

Celotehan dan celetukan dari para peserta (laki-laki) mewarnai suasana bus kami sehingga terasa ramai dan hangat. Selama empat hari bersama-sama, kami seolah membentuk keluarga baru. Keluarga bus 1. Hal ini membuat aku terharu ketika akhirnya tiba saat untuk berpisah. Lagi-lagi ini mungkin efek bendungan air mataku yang dangkal. Sehingga mudah terharu. Apalagi jika terkait dengan kata perpisahan. Hiks...hiks..hiks...sedih.





Foto bersama sesaat setelah pesawat mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta

Tiba di bandara H.A.S Hannandjoedin kami langsung boarding pass. Tapi ternyata pesawat delay selama satu jam. Saya dan teman sekamar menghabiskan waktu dengan berbagi cerita tentang banyak hal. Tawa dan canda kami cukup sebagai pengisi waktu. Hingga tak terasa tibalah saatnya untuk kami menaiki badan pesawat. Meninggalkan Pulau Belitung dengan sejuta kenangan indah. Ah, Belitung...I am in love.

Kurang lebih satu jam perjalanan, pesawat mendarat dengan mudah di bandara internasional Soekarno-Hatta. Sebelum turun dari pesawat kami foto bersama terlebih dahulu. Setelahnya kami sudah sibuk menunggu bagasi masing-masing. Dalam masa menuggu itu lagi-lagi aku dan beberapa peserta saling cipika-cipiki meminta maaf. Berharap tahun depan bisa bersama-sama lagi dalam suasana yang berbeda. Aamiiin....semoga. (Denik)


Komentar

  1. Pemandangan dan suasana yang indah.. kok kaya di negeri dongeng ya mba 🎑

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, makanya aku jatuh cinta..indah soalnya.

      Hapus
  2. Mbak..itu pulau kok cantik semua ya..ya ampun, pantainya masih alami lagi...mupeng berat dan yakin bakal jatuh cinta ke Belitung juga saya..
    Terima kasih sudah menuliskan kisahnya. Jadi tahu Belitung kayak apa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba...pasti jatuh cinta...hihihi...indah soalnya. Bersih pula air lautnya. Bawaannya pengen nyebut aja...hahaha

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ujung Aspal Pondok Gede

Di rumah ini aku dibesarkan Dibelai mesra lentik jari ibu Nama dusunku Ujung Aspal Pondok Gede Rimbun dan anggun ramah senyum penghuni dusun Kambing sembilan motor tiga bapak punya Ladang yang luas habis sudah sebagai gantinya Sampai saat tanah moyangku Tersentuh sebuah rencana dari serakahnya kota Terlihat murung wajah pribumi Terdengar langkah hewan bernyanyi  (Ujung Aspal Pondok Gede, Iwan Fals) Siapa yang tak mengenal lirik lagu tersebut? Lagu milik Iwan Fals itu begitu familiar ditelinga masyarakat. Saya salah satu penikmat lagu-lagu iwan Fals. Khusus lagu yang berjudul Ujung Aspal Pondok Gede, jiwa petualang saya bergolak saat mendengar lagu ini. Ada rasa ingin tahu dalam benak saya kala mencermati lirik demi lirik lagi itu. Maka tercetus niat di hati untuk suatu hari melongok daerah bernama Ujung Aspal Pondok Gede. Kesempatan itu pun tiba juga akhirnya. Suatu hari dengan ditemani seorang kawan saya bisa menjejakkan kaki di daerah  sana. Dengan mengendarai sepeda mo

Jam Gede Jasa Icon Baru Kota Tangerang

Kota Tangerang adalah salah satu wilayah kota di provinsi Banten. Merupakan kota terbesar di provinsi ini dan menjadi penyanggah Ibu kota Jakarta. Karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Jakarta. Dan saya adalah salah satu warga Kota Tangerang yang kebetulan tinggalnya dekat perbatasan. Bisa disebut orang pinggiran. Pingirannya Jakarta dan pinggirannya Kota Tangerang.  Dokumen pribadi Bagaimana tidak disebut orang pinggiran. Lha wong untuk masuk wilayah Jakarta loh saya bisa dengan berjalan kaki. Sementara untuk pergi ke pusat Kota Tangerang butuh waktu sekitarnya 1-2 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan. Jauh bukan dari Kota Tangerang? Karenanya aktivitas saya lebih banyak ke kota Jakarta. Sejak dari jaman sekolah sampai bekerja. Hanya KTP saja yang statusnya sebagai warga Kota Tangerang.  Dan status seperti itu ternyata mengusik hati nurani saya secara perlahan. Apalagi ketika pada suatu hari dalam sebuah perjalanan backpackeran ke luar kota, di dalam kereta yang

Taman Kota 1 vs Taman Kota 2

Bagi saya taman itu sebuah tempat yang memiliki pesona tersendiri. Di dalam taman banyak hal yang bisa saya lakukan. Antara lain olahraga dan mengkhayal. Dan satu hal lagi, mengajak siapa pun ke taman pantas saja.  Ingin membawa anak kecil sampai lansia pantas saja. Mau sendiri atau rombongan juga pantas saja. Mau pagi-pagi, siang-siang atau sore-sorean pergi ke tamannya ya pantas saja. Itulah istimewanya taman menurut saya. Maka ketika pada suatu siang saya diajak jalan-jalan ke taman, ya senang-senang saja. Taman Kota 1 dan Taman Kota 2 di Bumi Serpong Damai (BSD). Kebetulan saya belum pernah main ke sana. Tentu penasaran dan antusias ingin tahu. Tempat pertama yang kami datangi adalah Taman Kota 1. Lokasinya tidak jauh dari ITC BSD. Bentuk tamannya memanjang. Dari pintu gerbang sudah terlihat kios-kios makanan. Jadi tak perlu kuatir bingung mencari tempat makan. Taman Kota 1 memang menyediakan tempat khusus bagi para pedagang. Lingkungan seputar Taman Kota 1 rasanya kurang da