Bali. Pulau di wilayah Indonesia bagian tengah yang mencuri perhatian dunia. Dengan keindahan alamnya yang luar biasa memesona. Bak kepingan tanah di surga yang jatuh ke bumi.
Keindahan pantai di Bali dengan karakteristik ombaknya menjadi surga bagi para peselancar.
Keramahtamahan masyarakat dalam menyambut wisatawan patut diacungi jempol. Baik wisatawan mancanegara atau wisatawan dalam negeri. Semua disambut dan diperlakukan dengan baik layaknya tamu yang sedang berkunjung ke rumah.
Keteguhan masyarakat Bali dalam menjaga ajaran leluhur dan juga kearifan budaya lokal menjadi nilai plus tersendiri. Masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu sangat ketat dalam menjalankan ritual keagamaan mereka. Termasuk terhadap wisatawan yang datang ke Bali.
Bagaimana mereka para wisatawan tersebut wajib mengikuti aturan yang diberlakukan ketika ingin menyaksikan upacara keagamaan, atau mengunjungi tempat peribadatan. Dalam hal ini pura. Tempat ibadah agama Hindu.
Begitu banyak dan beragamnya pura di Bali menjadikan Bali dikenal juga sebagai Pulau Seribu Pura. Pura yang menurut kepercayaan masyarakat Bali merupakan tempat tinggal dewa dewi, menjadikan Bali disebut juga sebagai Pulau Dewata.
Salah satu kepingan tanah surga yang jatuh di Bali adalah sawah berundak di desa Jatiluwih. Sebuah desa di kecamatan Penebel, kabupaten Tabanan. Berada di ketinggian 700 meter dari permukaan laut menjadikan udara di desa Jatiluwih segar dan sejuk senantiasa
Bentang sawah yang luas dan berundak tertata rapi merupakan daya tarik desa wisata Jatiluwih bagi wisatawan yang berkunjung ke sana. Begitu indah dan memesonanya hingga pada 29 Juni 2012 Jatiluwih ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Saya tentu saja ingin sekali menikmati secara langsung keindahan sawah berundak tersebut. Saya juga ingin menghirup udara segar di sana yang tidak pernah lebih dari 20 derajat celsius.
Kesempatan tersebut akhirnya menghampiri juga. Akhir Januari 2023 Tuhan mengijinkan saya untuk melihat secara langsung kepingan tanah dari surga yang bernama Jatiluwih. Desa wisata dengan sawah berundak di Bali yang memesona dunia.
Saya memulai perjalanan dari Denpasar. Kebetulan saya dengan teman seperjalanan menginapnya di hotel sekitar Denpasar. Waktu tempuh normal dari Denpasar ke Jatiluwih sekitar 1 jam 19 menit.
Berhubung saya singgah dulu di Museum Subak, maka tiba di Jatiluwih sudah lewat jam makan siang. Karena udara di sana memang sejuk, jadi meski datang siang hari bolong tetap terasa sejuk.
Sejak memasuki wilayah Penabel saya sudah terkesima dengan jalurnya yang meliuk-liuk. Karena memang desa Jatiluwih berada di kaki gunung Batukaru. Tentu saja pemandangan yang dilalui cukup indah.
Begitu memasuk desa Jatiluwih, dari ujung ke ujung saya bisa melihat terasering sawah berundak yang tertata rapi. Dari hamparan sawah yang luas terlihat para petani sibuk menanam padi. Di pematang sawah berjalan wisatawan berbaur dengan petani yang menuntun ternaknya.
Sungguh pemandangan dan potret kehidupan alami yang mungkin tidak semua dari kita bisa merasakannya. Inilah pesona Jatiluwih:
- Hamparan areal persawahan yang luas
- Areal persawahan berundak yang juga sangat luas
- Letak sawah yang tertata rapi
- Udara yang sejuk dan segar
- Pemandangan gunung dan sawah yang bagaikan lukisan
Atas semua keindahan alam di Jatiluwih yang saya saksikan dengan mata kepala sendiri, tentunya saya tak sabar untuk segera membagi kisah dan cerita tersebut. Untuk itu diperlukan koneksi internet yang lancar jaya tanpa kendala berarti.
Adalah IndiHome yang membantu saya dalam meraih kemudahan tersebut. Internet provider dari Telkom Indonesia. Bersama IndiHome segala yang saya inginkan untuk urusan internet https://IndiHome.co.id/menjadi lebih mudah.
Liburan sambil berkonten ria lebih asik dengan internet provider dari Telkom Indonesia. Liburan anti mainstream di Bali? Ya Jatiluwih. (EP)
Komentar
Posting Komentar